Banyak kemunculan populisme pro-demokratis dalam
praktik politik demokrasi belakangan ini, ini mengarah pada situasi demokrasi
dan demokratisasi di berbagai daerah terutamanya membangun demokrasi di tingkat
lokal. Banyak tujuan yang ingin di capai dalam demokrasi tingkat lokal, yang
secara khusus akan menelaah masalah dan peluang yang dihadapi para aktor pro
demokrasi di Indonesia. Banyak rancangan
aksi politik yang mengarah pada situasi dan pengalaman para aktor pro-demokrasi
tingkat lokal, serta adanya perbaikan kualitas representasi dan partisipasi
publik. Demokrasi sebuah proses menjadi yang dinamis, tak pernah berhenti dan
senantiasa membutuhkan campur tangan para aktor yang terlibat didalamnya.
Karena itu demokratisasi adalah sebuah proses yang keberlangsungannya amat
bergantung pada imajinasi (kepentingan dan ideologi) para aktor tentang
demokrasi. Akan tetapi dalam mengangkat demokrasi tingkat lokal menjadi baik
dan semestinya masih kurang menjamin, karena masih kuatnya gejala para aktor
pro-demokrasi untuk bekerja secara terpisah-pisah, tidak cukup terlihat
tanda-tanda penyatuan gerakan secara terintegrasi dan terorganisasi antar
aktor.
Permasalahan yang terjadi mengenai demokrasi dan
pro-demokrasi serta para aktor politk bagi tingkat lokal maupun bagi
Indonesianya sendiri, menurut para definisi dan pemikiran para tokoh sosiologi
dengan paradigmanya kita bisa melihat banyak sekali perbedaan yang muncul dalam
prosesnya. Karl Marx dengan definisinya mengenai para aktor dan struktur,
hubungan antara orang dan struktur-struktur berskala besar yang mereka
ciptakan. Di satu sisi struktur-struktur berskala besar itu membantu orang
memenuhi dirinya sendiri, di sisi lain mereka menghadirkan ancaman serius bagi
umat manusia. Jika para aktor tersebut tidak memberikan kinerja sesuai dengan
demokrasi yang sebenarnya maka rakyat akan mengalami dampak atas kelakuan para
aktor dan struktur yang terlibat. Menutur Durkheim dengan definisi solidaritas
mekanik dan organiknya ini tercermin pada bentuk kerjasama para aktor
pro-demokrasi dan masyarakatnya dalam tingkat lokal mereka mencari solusi dan
ikut berpartisipasi dalam memajukan daerahnya dan mengangkat arti penting dari
sebuah demokrasi, akan tetapi juga masih adanya kekurangan solidaritas mekanik
para aktor pro-demokrasi yang sebagian mereka masih bekerja secara terpisah dan
individual, malah kebalikannya pihak penguasa elit yang lenih menerapkan
solidaritas makanik dalam gerakan penyatuan secara terintegrasi dan
terorganisasi seperti saat Jokowi dan Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta.
Marx Weber melihat realita ini dengan berbagai
definisinya terutama yang saya ambil mengenai otoritas karismatik. Banyak aktor
pro-demokratis yang dipili publik dengan gaya tarik karismanya, ini menjadi
relatif tingginya penggunaan metode mobilisasi berdasarkan kepemimpinan
karismatik dibeberapa konteks lokal, ini terjadi karena yang sering mereka
maksud dengan hal itu adalah bahwa orang tersebut diberkahi kualitas-kualitas
luar biasa. Akan tetapi ini bisa berbahya bagi kalangan masayarakat publik
mereka memilih aktor yang hanya berkarismatik dalam penampilan akan tetapi
tidak berkarismatik dalam membangun tujuan demokrasi secara baik di tongkat
lokal dan mempunyai banyak pengetahuan dan cerdas dalam berpolitik dan
mensejaherkan publik.
"analisis pendapat sendiri berdasarkan pandangan tiga tokoh sosiologi"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar