Minggu, 25 Desember 2016

Politik Sebagai Kesejahteraan Daerah Demokrasi


Banyak kemunculan populisme pro-demokratis dalam praktik politik demokrasi belakangan ini, ini mengarah pada situasi demokrasi dan demokratisasi di berbagai daerah terutamanya membangun demokrasi di tingkat lokal. Banyak tujuan yang ingin di capai dalam demokrasi tingkat lokal, yang secara khusus akan menelaah masalah dan peluang yang dihadapi para aktor pro demokrasi di  Indonesia. Banyak rancangan aksi politik yang mengarah pada situasi dan pengalaman para aktor pro-demokrasi tingkat lokal, serta adanya perbaikan kualitas representasi dan partisipasi publik. Demokrasi sebuah proses menjadi yang dinamis, tak pernah berhenti dan senantiasa membutuhkan campur tangan para aktor yang terlibat didalamnya. Karena itu demokratisasi adalah sebuah proses yang keberlangsungannya amat bergantung pada imajinasi (kepentingan dan ideologi) para aktor tentang demokrasi. Akan tetapi dalam mengangkat demokrasi tingkat lokal menjadi baik dan semestinya masih kurang menjamin, karena masih kuatnya gejala para aktor pro-demokrasi untuk bekerja secara terpisah-pisah, tidak cukup terlihat tanda-tanda penyatuan gerakan secara terintegrasi dan terorganisasi antar aktor.
Permasalahan yang terjadi mengenai demokrasi dan pro-demokrasi serta para aktor politk bagi tingkat lokal maupun bagi Indonesianya sendiri, menurut para definisi dan pemikiran para tokoh sosiologi dengan paradigmanya kita bisa melihat banyak sekali perbedaan yang muncul dalam prosesnya. Karl Marx dengan definisinya mengenai para aktor dan struktur, hubungan antara orang dan struktur-struktur berskala besar yang mereka ciptakan. Di satu sisi struktur-struktur berskala besar itu membantu orang memenuhi dirinya sendiri, di sisi lain mereka menghadirkan ancaman serius bagi umat manusia. Jika para aktor tersebut tidak memberikan kinerja sesuai dengan demokrasi yang sebenarnya maka rakyat akan mengalami dampak atas kelakuan para aktor dan struktur yang terlibat. Menutur Durkheim dengan definisi solidaritas mekanik dan organiknya ini tercermin pada bentuk kerjasama para aktor pro-demokrasi dan masyarakatnya dalam tingkat lokal mereka mencari solusi dan ikut berpartisipasi dalam memajukan daerahnya dan mengangkat arti penting dari sebuah demokrasi, akan tetapi juga masih adanya kekurangan solidaritas mekanik para aktor pro-demokrasi yang sebagian mereka masih bekerja secara terpisah dan individual, malah kebalikannya pihak penguasa elit yang lenih menerapkan solidaritas makanik dalam gerakan penyatuan secara terintegrasi dan terorganisasi seperti saat Jokowi dan Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta.
Marx Weber melihat realita ini dengan berbagai definisinya terutama yang saya ambil mengenai otoritas karismatik. Banyak aktor pro-demokratis yang dipili publik dengan gaya tarik karismanya, ini menjadi relatif tingginya penggunaan metode mobilisasi berdasarkan kepemimpinan karismatik dibeberapa konteks lokal, ini terjadi karena yang sering mereka maksud dengan hal itu adalah bahwa orang tersebut diberkahi kualitas-kualitas luar biasa. Akan tetapi ini bisa berbahya bagi kalangan masayarakat publik mereka memilih aktor yang hanya berkarismatik dalam penampilan akan tetapi tidak berkarismatik dalam membangun tujuan demokrasi secara baik di tongkat lokal dan mempunyai banyak pengetahuan dan cerdas dalam berpolitik dan mensejaherkan publik.

"analisis pendapat sendiri berdasarkan pandangan tiga tokoh sosiologi"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar