Menurut Koentjaraningrat
(1992; 94-95) didalam masyarakat di dunia baik larangan-larangan maupun
bentuk-bentuk yang ideal (preferensi) dalam pembatasan jodoh untuk perkawinan.
Berikut ini akan dibahas larangan-larangan dan preferensi dalam perkawinan.
Pada masyarakat
orang jawa dari lapisan pendidikan yang maju dan tinggal di kota, masih tetap
memegang tradisi dan hukum dalam pembatasan pernikahan yang dimana adanya
larangan terhadap perkawinan sedarah dari garis keturunan Ayah dan ibu dan juga
tidak diperbolehkan menikahi wanita yang lebih tua umurnya. Sedangkan pada
masyarakat Batak adanya larangan dalam pembatasan jodoh dalam pernikahan yang
dimana tidak boleh menikahi seorang laki-laki dan perempuan yang marganya sama,
jadi didalam setiap perbedaan manandakan adanya kepentingan tersendiri dalam
setiap kebudayaan yang ada di dalam masyarakat.
Dalam perkawinan
memang tidak seharusnya menjalin hubungan dengan yang masih keturunan agar
mampu menjalin keluarga kelompok kekerabtan lebih banyak dan jauh dari
lingkungan sendir,i akan tetapi preferensi terhadap keinginan masyarakat dalam
perkawian mengacu pada perkawinan antar saudara yang biasa di sebut Crosscousin
yang dianaut oleh masyarakat Batak Toba,
mereka lebih menginginkan menikah dengan seketurunan yang mana perkawinan
antara anak dengan anak dari saudara perempuan Ayah atau anak dari saudara
laki-laki Ibu.
Dengan banyaknya
perbedaan dalam pembatasan jodoh dalam perkawinan membuat negara Indonesia akan
kaya dengan budaya luhur para masyarakat bangsa yag tidak pernah luput dalam
perjalanan jaman yang sekarang sudah sedikit demi sedikit tradisi bangsa hilang
dari kebudayaan sebuah perkawinan yang ada.
"Daftar Pustaka"
Soekanto,
Sorjono.1990. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Penerbit Rineka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar