Paradigma
kontruktivisme merupakan basis revormasi pada saat ini. Kontruktivisme
merupakan Cara pandang yang menganjurkan perubahan proses pembelajaran
skolastik melalui pengenalan, penyusunan, dan penetapan tangkapan pengetahuan
berdasarkan reaksi peserta didik. Konstruktivisme adalah proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan
pengalaman. Dengan demikian pengetahuan tidak bersifat statis tetapi bersifat
dinamis. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktifitas kolaboraktif, dan refleksi serta interpretasi.
Dalam
paham kontruktifisme proses pembelajaran tidak mengikutsertakan guru dalam
pemindahan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi peserta didik harus
membangun pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing. Untuk
membantu peserta didik dalam membina pengetahuan baru, guru harus memperkirakan
struktur kognitif yang ada pada peserta didik. Paradigma konstruktifistik
tentang pembelajaran merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai akibat
terjadinya refolusi ilmiah dari sistem pembelajarannya yang cenderung berlaku
pada abad industri ke sistem pembelajaran yang semestinya berlaku pada abad
pengetahuan sekarang ini.
Menurut
paradigma konstruktivistik.membelajaran lebih mengutamakan penyelesaian
masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi, dan algoritma ketimbang
menghapal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar.
Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktifitas eksperimentasi,
pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-model yang
dibangkitkan oleh peserta didik sendiri.
Pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berdaarkan pada
partisipasi aktif peserta didik dalam memecahkan maslah dan berfikir kritis.
Peserta didik membangun pengetahuannya dengan menguji ide-ide dan
pendekatan-pendekatan berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya, bahwa pembelajaran merupakan hasil dari pada
usaha peserta didik itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk peserta
didik
Pembelajaran
pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi transaksional yang bersifat
timbal balik antara guru dan peserta didik, maupun antara peserta didik dengan
peserta didik, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Agustianharis.worldpress.com/2010/1). Komunikasi transaksional adalah bentuk
komunikasi yang dapat diterima, dipahami, dan disepakati oleh pihak-pihak yang
terkait dalam proses pembelajaran. Dengan demikian berarti pembelajaran IPS
adalah suatu proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik antara
guru dengan peserta didik, maupun antara peserta didik dengan peserta didik,
dalam pelajaran IPS untuk mencapai tujuan dari pembelajaran IPS
Tujuan
dari pembelajaran IPS (Depdiknas,2006,i.35) adalah sebagai berikut:
1. Mengajarkan
konsep-konsep dasar Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah, dan Kewarganegaraan
melalui pendekatan pedadogis dan Psikologis.
2. Mengembangkan
kemampuan berfikir kritis dan kreatif, Inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan sosial.
3. Membangun
komitmen dan kesadaran terhadap nilai nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Meningkatkan
kemampuan bekerja sama dan berkopetensi dalam masyarakat yang majemuk, baik
secara nasional maupun global.
Tujuan
pokok pendidikan IPS harus dapat membantu para peserta didik mengembangkan
kemampuan membuat keputusan-keputusan yang bersifat reflektif sehingga dapat
memecahkan masalah-masalah pribadi dalam membentuk kebijakan umum dengan cara
berpartisipasi dalam kegiatan kegiatan sosial. Kemampuan berfikir dalam IPS
ialah kemampuan berfikir kreatif (Creative Thinking), berfikir secara kritis
(Critical Thinking), kemampuan memecahkan masalah (problem solving), dan
kemampuan mengambil keputusan (decision making). Kemampuan ii dapat diperoleh
atau ditekuni secara individual maupun kelompok dengan cara berlatih melalui
proses pembelajaran.
Dalam
hal ini, belajar IPS di setiap lembaga persekolahan memerlukan suatu stategi
pembelajaran yang dapat memberikan kemampuan memecahkan maslah kepada para
peserta didik secara individual. Berdasarkan data-data diatas maka strategi
pembelajaran ips lebih baik menggunakan pendekatan paradigma konstruktivisme,
dengan alasan atau asumsi bahwa tujuan dari pembelajaran IPS merupakan proses
dari Konstruktifisme. Ciri-ciri yang dianggap sebagai pembaharuan dalam
pembelajaran IPS ialah sebagai berikut :
1. Bahan
pelajaran lebih banyak memperhatikan maslah-masalah sosial.
2. Bahan
pelajaran lebih banyak memperhatikan keterampilan berfikir, khususnya keterampilan menyelidiki.
3. Bahan
pelajaran lebih memberikan perhatian terhadap pemeliharan pemanfaatan
lingkungan alam sekitar.
4. Kegiatan-kegiatan
dasar manusia dapat dicerminkan dalam program studi.
5. Organisasi
kurikulumnya bervariasi, mulai dari pengorganisasian yang “integrated,
correlated, dan separated”.
6. Susunan bahan pelajaran bervariasi mulai dari
pendekatan kewarganegaraan, fungsional, humanistik, dan struktural.
7. Kelas
pelajaran IPS dikembangkan menjadi laboratorium demokrasi.
8. Evaluasinya
bukan hanya memeperhatikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, melainkan
mencoba mengembangkan DQ (Democratic Quetient) dan CQ (Citizenship Quetient).
9. Unsur-unsur
sosiologis, antropologis, dan pengetahuan sosial lainnya memperkaya program
study, demikian pula unsur-unsur sains, teknologi, matematika, dan agama ikut
memperkaya bahan pelajaran.
Dengan
kata lain, pembaharuan dalam pembelajaran IPS tersebut berusaha menarik
kebaikan-kebaikan dari aliran essentialisme, progresivisme, dan
rekonstruktivisme dalam filsafat pendidikan yang berdasarkan pada tujuan dan
sistem pendidikan nasional. Salah satu ciri gerakan pembaharuan IPS ialah
kebutuhan pendekatan interdisipliner.
"Daftar Pustaka"
Rachmah Huriah, 2014. profesi pengembangan pendidikan IPS. Bandung: Alfabeta.
"Daftar Pustaka"
Rachmah Huriah, 2014. profesi pengembangan pendidikan IPS. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar