Kamis, 22 Desember 2016

Pembelajaran IPS


Paradigma kontruktivisme merupakan basis revormasi pada saat ini. Kontruktivisme merupakan Cara pandang yang menganjurkan perubahan proses pembelajaran skolastik melalui pengenalan, penyusunan, dan penetapan tangkapan pengetahuan berdasarkan reaksi peserta didik. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan pengalaman. Dengan demikian pengetahuan tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboraktif, dan refleksi serta interpretasi.
Dalam paham kontruktifisme proses pembelajaran tidak mengikutsertakan guru dalam pemindahan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi peserta didik harus membangun pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing. Untuk membantu peserta didik dalam membina pengetahuan baru, guru harus memperkirakan struktur kognitif yang ada pada peserta didik. Paradigma konstruktifistik tentang pembelajaran merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai akibat terjadinya refolusi ilmiah dari sistem pembelajarannya yang cenderung berlaku pada abad industri ke sistem pembelajaran yang semestinya berlaku pada abad pengetahuan sekarang ini.
Menurut paradigma konstruktivistik.membelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi, dan algoritma ketimbang menghapal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktifitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh peserta didik sendiri.
Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berdaarkan pada partisipasi aktif peserta didik dalam memecahkan maslah dan berfikir kritis. Peserta didik membangun pengetahuannya dengan menguji ide-ide dan pendekatan-pendekatan berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya,  bahwa pembelajaran merupakan hasil dari pada usaha peserta didik itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk peserta didik
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik antara guru dan peserta didik, maupun antara peserta didik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Agustianharis.worldpress.com/2010/1). Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami, dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran. Dengan demikian berarti pembelajaran IPS adalah suatu proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik antara guru dengan peserta didik, maupun antara peserta didik dengan peserta didik, dalam pelajaran IPS untuk mencapai tujuan dari pembelajaran IPS
Tujuan dari pembelajaran IPS (Depdiknas,2006,i.35) adalah sebagai berikut:
1.  Mengajarkan konsep-konsep dasar Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah, dan Kewarganegaraan melalui pendekatan pedadogis dan Psikologis.
2. Mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, Inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
3.    Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai nilai sosial dan kemanusiaan.
4.  Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkopetensi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Tujuan pokok pendidikan IPS harus dapat membantu para peserta didik mengembangkan kemampuan membuat keputusan-keputusan yang bersifat reflektif sehingga dapat memecahkan masalah-masalah pribadi dalam membentuk kebijakan umum dengan cara berpartisipasi dalam kegiatan kegiatan sosial. Kemampuan berfikir dalam IPS ialah kemampuan berfikir kreatif (Creative Thinking), berfikir secara kritis (Critical Thinking), kemampuan memecahkan masalah (problem solving), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making). Kemampuan ii dapat diperoleh atau ditekuni secara individual maupun kelompok dengan cara berlatih melalui proses pembelajaran.
Dalam hal ini, belajar IPS di setiap lembaga persekolahan memerlukan suatu stategi pembelajaran yang dapat memberikan kemampuan memecahkan maslah kepada para peserta didik secara individual. Berdasarkan data-data diatas maka strategi pembelajaran ips lebih baik menggunakan pendekatan paradigma konstruktivisme, dengan alasan atau asumsi bahwa tujuan dari pembelajaran IPS merupakan proses dari Konstruktifisme. Ciri-ciri yang dianggap sebagai pembaharuan dalam pembelajaran IPS ialah sebagai berikut :
1.    Bahan pelajaran lebih banyak memperhatikan maslah-masalah sosial.
2. Bahan pelajaran lebih banyak memperhatikan keterampilan  berfikir, khususnya keterampilan menyelidiki.
3. Bahan pelajaran lebih memberikan perhatian terhadap pemeliharan pemanfaatan lingkungan alam sekitar.
4.    Kegiatan-kegiatan dasar manusia dapat dicerminkan dalam program studi.
5. Organisasi kurikulumnya bervariasi, mulai dari pengorganisasian yang “integrated, correlated, dan separated”.
6.  Susunan bahan pelajaran bervariasi mulai dari pendekatan kewarganegaraan, fungsional, humanistik, dan struktural.
7.    Kelas pelajaran IPS dikembangkan menjadi laboratorium demokrasi.
8. Evaluasinya bukan hanya memeperhatikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, melainkan mencoba mengembangkan DQ (Democratic Quetient) dan CQ (Citizenship Quetient).
9. Unsur-unsur sosiologis, antropologis, dan pengetahuan sosial lainnya memperkaya program study, demikian pula unsur-unsur sains, teknologi, matematika, dan agama ikut memperkaya bahan pelajaran.
Dengan kata lain, pembaharuan dalam pembelajaran IPS tersebut berusaha menarik kebaikan-kebaikan dari aliran essentialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme dalam filsafat pendidikan yang berdasarkan pada tujuan dan sistem pendidikan nasional. Salah satu ciri gerakan pembaharuan IPS ialah kebutuhan pendekatan interdisipliner.

"Daftar  Pustaka"
Rachmah Huriah, 2014. profesi pengembangan pendidikan IPS. Bandung: Alfabeta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar